Oleh: Dr. Rahmat Edi Irawan., S.Pd., M.IKom (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Bina Nusantara)

Sungguh terharu melihat Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyantap nasi kotak bersama jajaran Polri lainnya, saat melihat persiapan akhir jelang penyelenggaraan KTT G20 di Bali, Minggu 6 November lalu. 

Peristiwa langka ini menunjukkan tidak adanya batas dan perbedaan  antara para Jenderal dengan para bawahannya. Apalagi makan bersama ini dilakukan sambil duduk di atas lapangan rumput. 

Jelas sekali terlihat adanya persatuan dan kesatuan Polri, dalam kegiatan makan bersama nasi kotak tersebut. Ini tentu menambah spirit anggota dalam tugas pengamanan perhelatan tingkat dunia.

Tentu saja, masih ada saja orang yang menyebut apa yang terjadi tersebut adalah sebuah pencitraan, baik pencitraan untuk Kapolri maupun pencitraan bagi institusi Polri. Apalagi, hal tersebut dilakukan di saat menurunnya kepercayaan publik pada Polri hingga mencapai angka yang terendah, menyusul berbagai kasus yang dilakukan personel Polri, seperti kasus Sambo, Tragedi Kanjuruhan dan kasus judi online yang melibatkan jenderal polisi, yang membuat kredibilitas Polri di mata masyarakat menjadi amat berkurang.

Mereka menganggap bahwa apa yang dilakukan sekedar upaya Polri untuk menaikkan citra mereka saja. Tentu, mereka tak paham makna peningkatan semangat dan kerjasama yang erat dalam perhelatan yang memiliki stressor tinggi bagi anggota di lapangan.

Dalam ilmu komunikasi, citra memang sebuah penilain yang diterima dari orang atau pihak lain, berdasarkan pesan yang mereka tangkap atau mereka terima. Artinya, citra dan pencitraan, memang selalu berkaitan dengan apa yang ada dalam pemikiran si penilai berdasarkan atas apa yang diterimanya.

 Jadi, sah-sah saja kalo pencitraan itu adalah feedback dari tampilan yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lainnya. Jadi, tidak salah juga jika seseorang atau sebuah institusi menampilkan sesuatu yang baik-baik kepada publik, agar pencitraannya dianggap baik juga oleh publik. 

Hanya saja, banyak orang yang tidak paham, bahwa citra tidak dapat dibentuk atau ditentukan dalam satu hari atau satu kesempatan tertentu. Pencitraan adalah proses yang memerlukan waktu dan konsistensi. Selain itu, pencitraan yang baik, memang bukan sekedar lipstik belaka, tapi memang perwujudan dari apa yang dilalukan dengan sebenar-benarnya. 

Polri tentu amat sadar,  tidak ada pencitraan yang instan, yang hanya karena kegiatan adalannya makan nasi kotak antara pejabat Polri dengan para bawahannya. Bagi Polri, mereka memang masih tetap perlu kerja keras dan kerja cerdas, untuk terus memperbaiki citra mereka di tengah masyarakat.

 Sekarang itulah yang akan terus dilakukan Polri, memperbaiki diri sekaligus membuat citranya menjadi positif di tengah masyarakat. Dan perlahan tapi pasti harapan itu ada di depan mata.
Lebih baru Lebih lama