Tim Disaster Victim Identification (DVI) memaparkan mengenai proses identifikasi jenazah yang ditemukan tertimbun tanah usai gempa berujung longsor di Cianjur, Jawa Barat (Jabar). Tak dipungkiri, semakin lama ditemukan, kondisi jenazah semakin sulit diidentifikasi.

Kepala Biro Dokpol Pusdokkes Polri, Brigjen Nyoman E Purnama, menjelaskan bahwa jenazah yang ditemukan sudah tidak dalam kondisi mudah dikenali dari rekam medis. Hal itu dikarenakan jenazah yang berada di timbunan tanah atau bangunan, juga air membuat keadaannnya tidak lagi bagus.

“Waktu itu relatif. Semakin kita dapat di awal-awal (kejadian), semakin mudah karena kondisinya utuh,” kata Nyoman di Cianjur, Jabar, dikutip Minggu (27/11).

Menurut Nyoman, ada tiga cara metode identifikasi utama. Pertama, dengan menggunakan sidik jari yang dilakukan oleh tim Inafis. Biasanya, metode ini digunakan kepada jenazah orang dewasa.

Kedua, dari gigi, tetapi dengan identifikasi gigi ditemui kendala karena setiap orang tidak selalu memiliki rekam medis perawatan gigi.

“Sebenarnya setiap orang itu punya struktur gigi yang berbeda-beda, tetapi kesulitannya tidak semua orang memiliki catatan tentang giginya,” ucap Deni.

Ketiga, melalui sampel DNA dari orang tua. Metode ini memiliki akurasi 99,99%.

Lebih lanjut disebutkan Nyoman, identifikasi juga bisa dilakukan dengan metode sekunder atau pendukung. Barang-barang yang digunakan korban saat terakhir kali dan rekam medis, seperti tanda lahir dapat menunjukkan identitas jenazah.

Di sisi lain, identifikasi dengan metode sekunder lebih sulit dikala kondisi jenazah sudah tidak lagi utuh. Oleh karenanya, identifikasi biasanya dilakukan dengan beberapa metode guna memastikan kebenarannya.

“Seperti misal, jenazah ditemukan sudah beberapa hari, tanda lahirnya mungkin sudah hilang karena kulit mengelupas,” ujar Nyoman.

Nyoman menerangkan, apabila hingga akhir terdapat jenazah atau bagian tubuh yang tidak teridentifikasi, maka pihaknya akan berkoordinasi dengan pemda untuk proses pemakaman. Jenazah itu nantinya akan dimakamkan dengan ditandai penomoran.

“Jadi kalau seandainya sampai akhir tidak teridentifikasi, kami akan koordinasi dengan pemda, kemudian dinomori dan dicatat, lalu dikuburkan atau disimpan, tapi biasanya dikubur. Nah tapi dengan catatan dapat diambil kembali jika ada data pembandingnya,” ucapnya.
Lebih baru Lebih lama